top of page

Menavigasi Lika-Liku Dunia Mahasiswa: Peta Jalan Menuju Jati Diri

  • Writer: Sa’id Al Falahi, S.H.I
    Sa’id Al Falahi, S.H.I
  • Aug 13
  • 3 min read
Bapak Sa'id Al-Falahi, S.H.I, Waka Kesiswaan SMA Muhammadiyah 9 Brondong (Aksara/Istimewa)
Bapak Sa'id Al-Falahi, S.H.I, Waka Kesiswaan SMA Muhammadiyah 9 Brondong (Aksara/Istimewa)

Aksara - Gelar "mahasiswa" lebih dari sekadar status administrasi yang tersemat setelah lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Ia adalah gerbang menuju sebuah fase seorang individu ditempa untuk menemukan jati dirinya. Di sinilah seorang anak muda mulai benar-benar menyadari realitas kehidupan; belajar mengarungi samudra kemandirian, memahami betapa sulitnya berjuang sendiri, serta mulai memetakan kelebihan dan kekurangan yang tersembunyi dalam diri.

 

Masa ini sering kali diiringi oleh bisikan penyesalan dari masa lalu, sebuah fenomena yang dalam bahasa Jawa dikenal sebagai "getun ngguri". "Kenapa dulu aku begitu?" atau "Andai saja dulu aku tidak begitu," adalah pertanyaan-pertanyaan yang kerap menghantui, menandakan dimulainya proses refleksi diri yang mendalam.

 

Dalam perjalanan yang penuh warna ini, setidaknya kita bisa melihat tiga model atau arketipe mahasiswa yang sering kita jumpai di kampus.

 

Pertama, sang Mahasiswa Ideal (MI). Inilah potret dambaan banyak orang tua dan dosen. Sejak hari pertama menginjakkan kaki di kampus, ia sudah memiliki tujuan yang jelas. Disiplin, tekun belajar, dan fokus pada jalur akademiknya. Baginya, kuliah adalah amanah yang harus dituntaskan sesuai target, lulus dalam empat tahun, atau bahkan lebih cepat, tiga setengah tahun. Mereka adalah pemburu Cum Laude yang menjadikan perpustakaan sebagai rumah kedua.

 

Kedua, sang Mahasiswa Abadi (MA). Berbeda 180 derajat, model mahasiswa ini menjalani kuliah sak énaké udelé dewe—mengalir begitu saja tanpa arah yang jelas. Lulus syukurlah, tidak lulus pun tak mengapa. Faktor utamanya sering kali adalah ketiadaan motivasi untuk menyelesaikan studi dan rasa nyaman (PW atau Posisi Wenak) dengan status sebagai mahasiswa yang memberinya kebebasan tanpa tuntutan orang dewasa. Ironisnya, tak jarang mereka adalah pribadi yang cerdas, namun terperangkap dalam kemalasan (mager) dan enggan beranjak maju. Tentu, ada pula faktor lain yang lebih kompleks seperti kendala kemampuan finansial, keterbatasan intelektual, atau bahkan sesuatu yang kita sebut "takdir".

 

Ketiga, sang Mahasiswa di Persimpangan Jalan. Inilah model yang paling rentan sekaligus paling dinamis. Mereka adalah para pencari sejati yang berada di tengah persimpangan ideologi dan identitas. Karena pengaruh lingkungan, mereka bisa dengan mudah terserap ke dalam berbagai arus pemikiran atau kelompok: hari ini ia bisa menjadi seorang aktivis gerakan A, besok ia mendalami pemikiran kelompok B, lusa ia sudah berganti haluan ke organisasi C.

 

Perubahan itu sendiri adalah keniscayaan dan bisa menjadi hal yang baik. Namun, ketika pencarian itu membuat kuliah menjadi terbengkalai dan tujuan utama terlupakan, ia menjadi sebuah masalah. Perubahan yang positif idealnya tetap berlabuh pada fondasi yang kokoh, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah yang sahih, serta menyeimbangkan antara dalil (naqliyah) dan nalar ilmiah (aqliyah).

 

Lalu, Bagaimana Seharusnya Kita Bersikap?

  1. Kenali Jati Diri Anda. Langkah pertama dan paling fundamental adalah introspeksi. Siapa Anda? Apa tujuan Anda kuliah? Apa kekuatan dan kelemahan Anda? Memahami diri sendiri adalah titik awal untuk menentukan arah.

 

  1. Lakukan segala sesuatu berdasarkan ilmu, baik itu pedoman wahyu (Al-Qur'an dan Hadis) maupun ilmu pengetahuan umum. Keduanya adalah cahaya yang akan menerangi jalan.

 

  1. Belajar dari Pengalaman Senior. Jangan mengulangi kesalahan yang tidak perlu. Senior atau kakak tingkat adalah "peta hidup" yang telah lebih dulu melewati jalur yang akan Anda tempuh. Belajarlah dari keberhasilan dan kegagalan mereka.

 

  1. Cari Guru atau Mentor yang Lurus. Dalam kebingungan mencari arah, keberadaan seorang guru atau mentor yang bisa membimbing dan membantu Anda tetap di jalur yang benar.

 

  1. Warisi Kebaikan kepada Junior. Setelah Anda menemukan jalan, jangan simpan peta itu untuk diri sendiri. Bagikan pengalaman dan pengetahuan Anda kepada adik tingkat. Bimbing mereka agar perjalanannya lebih terarah dan tidak mengalami kesulitan yang sama seperti yang pernah Anda alami.

 

Pada akhirnya, perjalanan setiap mahasiswa adalah sebuah upaya perbaikan diri dan lingkungan. Sebuah ikhtiar untuk menjadi versi terbaik dari diri sendiri, yang tidak hanya bermanfaat bagi pribadi, tetapi juga bagi orang lain.

In uriidu illal ishlaaha

 

Penulis Sa’id Al Falahi, S.H.I (Waka Kesiswaan SMAMIX)

Comments


bottom of page